Full width home advertisement

Kuliah

Buku Harian

Post Page Advertisement [Top]

Aku selalu kepikiran tentang hal ini, hampir selama hidup di dunia peran yang banyak aku terima ialah sebagai pendengar, bukan sebagai pembicara, aku nyaman akan hal tersebut dan selalu berusaha untuk membuat lawan bicara ku menjadi lega setelah berbicara banyak. 

Lantas aku yang punya banyak hal untuk dibicarakan, siapa yang mendengarkan ya?

Aku selalu berpikir, apa aku memang diciptakan hanya untuk jadi pendengar, walaupun aku sendiri takut untuk bicara banyak, karena bagiku bicara banyak itu bisa jadi hal yang merepotkan nantinya, tapi tetapkan aku butuh teman bicara yang bentuknya punya nyawa?

Siapa ya yang nanti bisa membuat rasa mengganjal begitu banyak ini hilang, bahkan tak tersisa lagi

Itu pertanyaan yang selalu teriang di kepala, saat aku masih menggunakan logika berpikir dalam hidup namun tanpa menggunakan indra keenam lain yang diberikan oleh Nya, yap Intuisi (hati).

Tapi selama 2 tahun berproses ini, aku jadi sadar. Aku sepertinya memang diciptakan untuk menjadi pendengar karena aku diciptakan dengan punya dua kuping dan satu mulut untuk hal ini dan tentunya membuat rasa lega serta bahagia untuk orang lain, terus bagaimana aku bahagia?

Jawabannya:

Pertama datang dari diriku sendiri, aku dipaksa bahagia karena mandiri secara emosional. 

Jika cara pertama sudah mulai merepotkan, ada cara kedua yang sering terlupakan, tapi sebenarnya ini cara terbaik untuk aku bahagia!!! 

Aku melakukan interaksi dengan Allah.swt melalui Shalat, dan dia berbicara dengan ku melalui aku membaca Al-Qur'an. 

Tidak sulit, namun aku seolah dibuat selalu lupa akan hal ini, tapi aku jadi tahu sekarang (dalam artian benar tersadarkan), Allah.swt selalu mengawasi ku sampai sekarang tidak pernah lewat 1 detik pun, bahkan dalam hitungan mikro detik. 

Lantas kenapa aku mencari orang lain jika ia yang maha mendengar dan maha hidup selalu mengawasi ku 24 jam tanpa henti.

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]